Seperti apakah santri-mahasiswa itu?. Lalu, bagaimanakah karakter santri-mahasiswa ideal itu?. Coba kita berfikir sejenak, walaupun sebenarnya masih agak bingung. Saya sendiri masih belum menemukan definisi yang eksplisit dari santri-mahasiswa. Namun, dari artikel ini penulis menangkap makna secara sederhana dari santri-mahasiswa, yaitu individu yang lulus dari pesantren kemudian melanjutkan kuliah di suatu perguruan tinggi, atau individu yang kuliah di suatu perguruan tinggi sekaligus menempuh pendidikan di suatu pesantren. Kalau kita berbicara tentang santri-mahasiswa ideal, maka kita harus membahas hakikat ontologis dari dua kata, yaitu santri dan mahasiswa. Siapakah santri-mahasiswa itu?.
Kita selaku santri menurut masyarakat secara umu, tentu kita tau bahwa pesantren merupakan tempat menempuh pendidikan bagi para santri. Dalam sejarahnya, pesantren selalu menjadi basis bagi dua hal, yaitu pemberdayaan masyarakat, baik masyarakat pesantren maupun masyarakat disekitar kita saat ini. Dan basis bagi perlawanan terhadap setiap ketidak adilan yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, pesantren menekankan pada dua aspek pemberdayaan, yaitu pemberdayaan keberagamaan dan pemberdayaan kesejahteraan. Kemudian apa yang sudah dapat kita lakukan sekarang terhadap masyarakat disekitar kita?.
Pada kondisi seperti ini, mendesak santri harus bisa memposisikan sebagai elite sosial yang sesuai dengan kehendak masyarakat. Kedudukan dan nasib mereka akan amat ditentukan oleh posisi askriptifnya yang selama ini dikukuhkan oleh tradisi sosial dan keyakinan-keyakinan budaya setempat. Perubahan-perubahan ekonomi sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi tak jarang mengancam dan bahkan sering terasa amat mengganggu - posisi mereka yang terpandang sebagai elite setempat. Sehingga dalam hal pengambilan tindakan cendrung berfikir kepada budaya dan konstruksi sosial yang telah menghegemoni pikiran kita. Dan disinilah peran santri terkadang tidak bisa dibuktikan secara realistis. Padahal perubahan-perubahan yang akan dan telah terjadi akibat industrialisasi itu acap kali lebih dipersepsi sebagai harapan baru bagi mereka yang awam dan berkedudukan marginal di strata bawah, para elite sosial local umumnya merespon datangnya perubahan itu dengan rasa was-was. Karena itu, pembangunan industri dan perubahan-perubahan yang mengikutinya, asalkan mengesankan akan menguntungkan secara ekonomis, sering dinantikan oleh masyarakat disekitar kita. Namun, semua itu sekurang-kurangnya pada tahapan paling awal ditentang oleh para elite santri. Pada gilirannya, akibat intervensi pembangunan industri yang semakin mewabah mengeksploitasi seluruh dimensi kekuatan rakyat, maka mau tidak mau para elite santri terlibat dan bahkan dipaksa untuk ikut bersosialisasi dalam hegemoni arus industrialisasi itu. Sebab, konsekuensi logisnya,jika mereka masih bersiteguh untuk bersitegang pada kultur lama, maka mereka tidak hanya akan ketinggalan dinamika modernitas, tetapi juga mitos otoritas mereka akan runtuh dalam pandangan masyarakat setempat yang kini mulai terkontaminasi oleh supremasi era global. Oleh karena itu kita sebagai santri harus bisa……………????.
Lanjutkan sendiri saja dah. Bersambung Dulu.
Kita selaku santri menurut masyarakat secara umu, tentu kita tau bahwa pesantren merupakan tempat menempuh pendidikan bagi para santri. Dalam sejarahnya, pesantren selalu menjadi basis bagi dua hal, yaitu pemberdayaan masyarakat, baik masyarakat pesantren maupun masyarakat disekitar kita saat ini. Dan basis bagi perlawanan terhadap setiap ketidak adilan yang dihadapi oleh masyarakat. Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, pesantren menekankan pada dua aspek pemberdayaan, yaitu pemberdayaan keberagamaan dan pemberdayaan kesejahteraan. Kemudian apa yang sudah dapat kita lakukan sekarang terhadap masyarakat disekitar kita?.
Pada kondisi seperti ini, mendesak santri harus bisa memposisikan sebagai elite sosial yang sesuai dengan kehendak masyarakat. Kedudukan dan nasib mereka akan amat ditentukan oleh posisi askriptifnya yang selama ini dikukuhkan oleh tradisi sosial dan keyakinan-keyakinan budaya setempat. Perubahan-perubahan ekonomi sebagai bagian dari proses pembangunan ekonomi tak jarang mengancam dan bahkan sering terasa amat mengganggu - posisi mereka yang terpandang sebagai elite setempat. Sehingga dalam hal pengambilan tindakan cendrung berfikir kepada budaya dan konstruksi sosial yang telah menghegemoni pikiran kita. Dan disinilah peran santri terkadang tidak bisa dibuktikan secara realistis. Padahal perubahan-perubahan yang akan dan telah terjadi akibat industrialisasi itu acap kali lebih dipersepsi sebagai harapan baru bagi mereka yang awam dan berkedudukan marginal di strata bawah, para elite sosial local umumnya merespon datangnya perubahan itu dengan rasa was-was. Karena itu, pembangunan industri dan perubahan-perubahan yang mengikutinya, asalkan mengesankan akan menguntungkan secara ekonomis, sering dinantikan oleh masyarakat disekitar kita. Namun, semua itu sekurang-kurangnya pada tahapan paling awal ditentang oleh para elite santri. Pada gilirannya, akibat intervensi pembangunan industri yang semakin mewabah mengeksploitasi seluruh dimensi kekuatan rakyat, maka mau tidak mau para elite santri terlibat dan bahkan dipaksa untuk ikut bersosialisasi dalam hegemoni arus industrialisasi itu. Sebab, konsekuensi logisnya,jika mereka masih bersiteguh untuk bersitegang pada kultur lama, maka mereka tidak hanya akan ketinggalan dinamika modernitas, tetapi juga mitos otoritas mereka akan runtuh dalam pandangan masyarakat setempat yang kini mulai terkontaminasi oleh supremasi era global. Oleh karena itu kita sebagai santri harus bisa……………????.
Lanjutkan sendiri saja dah. Bersambung Dulu.
0 komentar:
Posting Komentar