Selamat Datang di http://ghanie-np.blogspot.com Dan Selamat Menikmati Sepenggal Taqdir Dari Anak Kepulauan Ini
Mohon ma'af sebelumnya, sudah lama tidak saya Update, karena masih banyak kesibukan yang harus saya selesaikan.
Sekedar Kata Pengantar :
Kureguk kopi sambil menyelesaikan satu puisi. Kamu di sisiku, menjadi kitab refrensiku. Kubuka halaman hatimu, tak kutemukan kata pengganti yang lebih indah untuk kutulis. Selamat Menikmati...

Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum.

1. Konsep Kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
A. Konsep Pertama, Kurikulum Sebagai Suatu Substansi:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
b. Konsep Kedua, Adalah Kurikulum Sebagai Suatu Sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me¬nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem¬purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. Konsep Ketiga, Kurikulum Sebagai Suatu Bidang Studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
(1) mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis,
(2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru,
(3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif,
(4) mengembangkan sub¬subteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
2. Perkembangan teori kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Char¬ters lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengeta¬huan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis.
Mulai tahun 1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak (child centered). Teori kuri¬kulum berubah dari yang menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini. Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
pada tahun 1947 di Univeristas Chicago berlangsung diskusi besar pertama tentang teori kurikulum. Sebagai hasil diskusi tersebut dirumuskan tiga tugas utama teori kurikulum:
(1) mengidentifikasi masalah-masalah penting yang muncul dalam pengembangan kurikulum dan konsep-konsep yang mendasarinya,
(2) menentukan hubungan antara masalah-masalah tersebut dengan struktur yang mendukungnya,
(3) mencari atau meramalkan pendekatan-pendekatan pada masa yang akan datang untuk memecahkan masalah tersebut.
Ralph W. Tylor (1949) mengemukakan empat pertanyaan pokok yang menjadi inti kajian kurikulum:
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah?
2. pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai?
Empat pertanyaan pokok tentang kurikulum dari Tylor ini banyak dipakai oleh para pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam konferensi nasional perhimpunan pengembang dan pengawas kurikulum tahun 1963 dibahas dua makalah penting dari George A. Beauchamp dan Othanel Smith. Beauchamp menganalisis pendekatan ilmiah tentang tugas-tugas pengembangan teori dalam kurikulum. Menurut Beauchamp, teori kurikulum secara konseptual berhubungan erat dengan pengembangan teori dalam ilmu-ilmu lain.
Dalam makalah kedua, Othanel Smith menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikuklm yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan mempertimbangan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perluasan bahasa khusus kurikulum.
James B. MacDonald (1964) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (in¬struction), mengajar (teaching), dan belajar. Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan suatu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar yaitu persekolahan dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga dapat membantu para ahli teori kurikulum menentukan jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum.
Beauchamp merangkumkan perkembangan teori kurikulum antara tahun 1960 sampai dengan 1965. la mengidentifikasi adanya enam komponen kurikulum sebagai bidang studi, yaitu: landasan kurikulum, isi kurikulum, desain kurikulum, rekayasa kurikulum, evaluasi dan penelitian, dan pengembangan teori.
Thomas L. Faix (1966) menggunakan analisis struktural-fungsional yang berasal dari biologi, sosiologi, dan antropologi untuk menjelaskan konsep kurikulum. Fungsi kurikulum dilukiskan sebagai proses bagaimana memelihara dan mengembangkan strukturnya. Ada sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam analisis struktural-fungsional ini. Topik dan subtopik dari pertanyaan ini menunjukkan fenomena-fenomena kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut:
(1) pertanyaan umum tentang fenomena kurikulum,
(2) sistem kurikulum,
(3) unit analisis dan unsur¬unsurnya,
(4) struktur sistem kurikulum,
(5) fungsi sistem kurikulum,
(6) proses kurikulum, dan
(7) prosedur analisis struktural-fungsional.

A) Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Kegiatan Pengembangan Kurikulum juga membutuhkan perencanaan dan socialisasi. Pengembangan kurikulum pertama berkaca dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber ini menjadi lugas meliputi semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, benda-benda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensi¬potensi yang telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkat-tingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-nilai. Pertanyaan pertama yang muncul dalam kurikulum yang berdasarkan nilai adalah: Apakah yang harus diajarkan di sekolah? In! merupakan pertanyaan tentang nilai. Nilai-nilai apakah yang harus diberikan dalam pelaksanaan kurikulum? Nilai-nilai apa yang digunakan sebagai kriteria penentuan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum.
B) Desain dan Rekayasa Kurikulum pengembangan
Telah diutarakan sebelumnya bahwa ada dua subteori dari teori kuri¬kulum, yaitu desain kurikulum (curriculum design) dan rekayasa kurikulum (curriculum engineering).
Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip¬prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa¬naannya.
Dalam desain kurikulum, ada dua dimensi penting, yaitu:
(1) substansi, unsur-unsur serta organisasi dari dokumen tertulis kurikulum,
(2) model pengorganisasian dan bagian-bagian kurikulum terutama organisasi dan proses pengajaran.
Menurut Beauchamp, kurikulum mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
(1) kurikulum merupakan dokumen tertulis,
(2) berisi garis-garis besar rumusan tujuan, berdasarkan garis-garis besar tujuan tersebut desain kurikulum disusun,
(3) isi atau materi ajar, dengan materi tersebut tujuan¬tujuan kurikulum dapat dicapai.
Ada dua hal yang perlu ditambahkan dalam desain kurikulum:
1) Pertama, ketentuan-ketentuan tentang bagaimana penggunaan kurikulum, serta bagaimana mengadakan penyemprunaan-penyempurnaan berdasar¬kan masukan dari pengalaman.
2) Kedua kurikulum itu dievaluasi, baik bentuk desainnya maupun sistem pelaksanaannya.
Rekayasa kurikulum berkenaan dengan bagaimana proses memfungsi¬kan kurikulum di sekolah, upaya-upaya yang perlu dilakukan para pengelola kurikulum agar kurikulum dapat berfungsi sebaik-baiknya. pengelola kurikulum di sekolah terdiri atas para pengawas/penilik dan kepala sekolah, sedangkan pada tingkat pusat adalah Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Dikbud dan para Kasubdit/Kepala Bagian Kurikulum di Direktorat. Dengan menerima pelimpahan wewenang dari Menteri atau Dirjen, para pejabat pusat tersebut merancang, mengembangkan, dan mengadakan penyempurnaan kurikulum. Juga mereka memberi tugas dan tanggung jawab menyusun dan mengembangkan berbagai bentuk pedoman dan petunjuk pelaksanaan kurikulum. Para pengelola di daerah dan sekolah berperan melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum.
Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut Beauchamp mencakup lima hal, yaitu:
(1) arena atau lingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum,
(2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulum,
(3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikulum,
(4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan
(5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum.
Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu:
1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya.
2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya.
3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya.
4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut.
5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.

comment 3 komentar:

Abd Ghani mengatakan...

Tes coment bro....

Anonim mengatakan...

kurikulum di indo tak kunjung selesai dan menyelessaikan masalah pendidikan di indonesia. how and why?

rido mengatakan...

thank infonya

Posting Komentar

 
© Sepenggal Taqdir | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger